Digitalisasi Pariwisata Mengangkat Pariwisata Indonesia Lebih Terkenal

Digitalisasi Pariwisata Mengangkat Pariwisata Indonesia Lebih Terkenal

ajax loader

Beberapa waktu yang lalu Indotelko forum  mengadakan seminar “Digitalizing Wonderful Indonesia“ yang di Rafflesia Ballroom, Balai Kartini, Jakarta. Seminar yang diadakan pada Kamis (14/12)itu membahsa kemajuan di bidang pariwisata setelah melakukan digitalisasi industri pariwisata yang diterapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya sejak tahun 2015.

Hadir dalam seminar tersebut berbagai tokoh stake holder dunia digital dan pariwisata sebagai pembicara termasuk Menteri Pariwisata Ariel Yahya. Mantan Dirut Telkom itu mengatakan bahwa dalam tiga tahun, Kementerian Pariwisata telah menerapkan strategi digitalisasi, slogan pariwisata Indonesia yaitu Wonderfull Indonesia dan juga banyak destinasi wisata baru sudah mendapat pengakuan dunia.

“Kita bisa mengalahkan Malaysia, Singapura, dan Thailand. Tahun ini jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia tumbuh 24 persen, sementara Thailand 6,69 persen, Singapura tumbuh 3,83 persen, Malaysia hanya naik 0,87 persen,” kata Arief

Keberhasilan pemerintah mempromosikan berbagai destinasi wisata menurutnya tidak lepas dari konsep digitalisasi Wonderfull Indonesia melalui media sosial.

“Pertama kali saya jadi Menteri, program saya adalah Go Digital. Karena sekarang terjadi revolusi dalam industri apa pun menuju digitalisasi. Kalau tidak ikut maka akan mati. Karena data menunjukkan, 70 persen orang di dunia search dan share apapun aktivitasnya menggunakan digital,” jelas Arief.

Menurut Arief, masyarakat yang aktif menggunakan media sosial di Indonesia baik itu ibu rumah tangga maupun generasi milenial, sangat suka mengunggah aktivitas liburan maupun makanan yang dikonsumsinya dan memamerkannya ke media sosial.

“Oleh karena itu pesan saya, kalau mau buat branding pariwisata harus yang bisa menciptakan trending. Saya berpikir untuk membuat 100 destinasi wisata digital di Indonesia, artinya yang harus Instagramable. Karena saya yakin keindahan objek wisata yang dibagikan di media sosial akan viral dan mendatangkan wisatawan yang juga netizen,” katanya.

Begitu juga halnya dengan yang dikemukakan Alex J. Sinaga, Direktur Utama Telkom. Ia mencatat, sebanyak 73 persen pelancong di dunia sangat aktif menggunakan media sosial, dan 87 persen pelancong memasukkan smartphone sebagai perangkat yang wajib dibawa ketika liburan.

“70 persen lainnya pasti memosting foto-foto liburannya ke media sosial. Jadi memang industri pariwisata sangat tepat didigitalisasikan, “ kata Alex.

Bersamaan dengan data tersebut, Alex juga mengungkapkan tiga tantangan yang harus diatasi bersama oleh pemerintah, industri pariwisata, dan industri pendukungnya jika ingin menorehkan pertumbuhan kunjungan wisman yang lebih tinggi ke depan.

“Pertama, adalah meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk melakukan pembayaran hotel, tiket dan sebagainya secara digital. Kedua, generasi milenial kita masih baru. Jadi masih banyak yang gaptek. Ketiga, pelaku industri pariwisata masih banyak yang belum mendigitalize dirinya. Itu tiga tantangan yang harus diatasi,” kata Alex.

Indra Utoyo, Direktur Digital Banking & Teknologi Informasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mengakui perbankan menjadi salah satu industri pendukung pertumbuhan pariwisata nasional dengan cara mempermudah sistem pembayaran dari wisatawan kepada perusahaan-perusahaan yang bergelut di industri pariwisata mulai dari hotel, restoran, dan sebagainya.

“Oleh karena itu BRI memiliki satelit untuk bisa melayani transaksi sampai ke remote area. Siapapun yang butuh layanan payment, kami buka API ke seluruh startup sektor transportasi, travel agent, tour operator, hotel, dan taman hiburan. Kami juga baru saja merilis edisi kartu kredit yang menampilkan 10 destinasi wisata baru Indonesia untuk membantu mempromosikan pariwisata,” jelas Indra.

Berbicara pariwisata, maka pemerintah juga menginstruksikan PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II sebagai pengelola 13 bandara di Indonesia untuk meningkatkan pelayanan bagi wisman. Pasalnya bandara merupakan pintu masuk pertama menuju Indonesia.

Muhammad Awaluddin, Direktur Utama AP II menyatakan dirinya telah mendigitalisasikan layanan pada sebagian besar bandara yang dikelolanya.

“Banyak traveller sekarang yang tidak mau dilayani, karena mereka bisa melayani dirinya sendiri. Paling sepele, yang datang membawa ransel kenapa harus ikut antri lama dengan yang bawa bagasi banyak. Ini tidak efektif. Ini kami permudah dengan online check in. Karena kalau kita bisa mempercepat antrean seperti ini, maka akan bertambah waktu bagi wisatawan untuk melakukan aktivitas di bandara seperti makan, belanja, ngopi yang berarti revenue buat kami,” katanya.

Tiket.com yang merupakan salah satu perusahaan nasional yang telah menikmati cuwan dari digitalisasi industri pariwisata, juga angkat bicara. George Hendrata, Chief Executive Officer Tiket.com, menuturkan sejak pertama kali mendirikan perusahaan pemesanan tiket transportasi dan hotel online pada 2011 lalu, ia sudah menyadari bahwa kesulitan utama masyarakat untuk berlibur di Indonesia adalah minimnya informasi.

“Dengan aplikasi, maka orang akan lebih mudah membuat perencanaan liburan, membeli tiket, dan sebagainya. Sejak 2014 kemarin, 61 persen transaksi pemesanan tiket dilakukan melalui mobile. Ini akan terus meningkat, “ ujar pria yang kerap disapa Gerry.

Ia memperkirakan, nilai online booking industri pariwisata Indonesia sampai 2025 bisa tembus US$ 76 miliar.  “Dan 85 persen travel market akan melalui online. Sekarang baru 35 persen, “ jelasnya.

Doni Ismanto, Founder IndoTelko Forum dan Pemimpin Umum IndoTelko Group sebagai penyelenggara seminar Digitalizing Wonderful Indonesia menambahkan, digitalisasi di industri tersebut bisa berhasil jika ada komitmen, kolaborasi, dan kepercayaan diri para pelaku usahanya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *