Galeri Indonesia Kaya, ruang publik yang berlokasi di West Mall Grand Indonesia Shopping Town lantai 8 ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dalam memadukan konsep edukasi dengan digital multimedia untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia, khususnya bagi generasi muda, dengan cara yang menyenangkan, terbuka untuk umum, dan tidak dipungut biaya.
Pembangunan ini direncanakan sejak awal 2012, didukung dengan adanya area yang kosong di Grand Indonesia maka tercetuslah ide untuk membuat sebuah tempat ruang publik untuk seniman berekpresi yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas dilengkapi dengan sarana informasi budaya yang dikemas secara modern.
Data-data yang diperoleh sebagian didapatkan dari www.indonesiakaya.com, sebuah portal informasi budaya yang dikelola langsung oleh tim Bakti Budaya Djarum Foundation sejak tahun 2010. Selain itu juga data-data didapatkan dari beberapa kontributor, diantaranya dari tim Gedungdua8. “Informasi yang ada saat ini masih sangat umum, belum mencakup seluruh daerah di Indonesia yang sangat luas dan kaya budayanya. Harapannya dengan adanya GIK dapat mengundang pihak-pihak yang peduli terhadap upaya pelestarian budaya di Indonesia agar dapat diketahui, dipelajari dan dinikmati oleh masyarakat, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus bangsa,” lanjut Renitasari.
Konsep desain mengangkat ke-khas-an Indonesia dalam kekinian diangkat di dalam interior seperti rotan, motif parang, bunga melati, batok kelapa dan kain batik tulis dari 12 daerah sebagai ornamen. Secara keseluruhan, terdapat 12 aplikasi yang bisa ditemukan di GIK, antara lain: Sapa Indonesia, Video Mapping, Kaca Pintar Indonesia, Jelajah Indonesia, Selaras Pakaian Adat, Melodi Alunan Daerah, Selasar Santai, Ceria Anak Indonesia (Congklak), Layar Telaah Budaya (Surface), Arungi Indonesia, Area Peraga, dan Fantasi Tari Indonesia.
Auditorium Galeri Indonesia Kaya
Geliat seni pertunjukan Indonesia semakin menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat. Hal ini terlihat semakin banyak bermunculan pertunjukan seperti teater, pewayangan, konser musik tradisional, drama musikal, pagelaran drama tari dari berbagai kelompok dan generasi, dari bergaya konvensional hingga kontemporer, serta keterlibatan banyak pihak mulai dari pelaku seni professional, public figure, dan masyarakat umum.
Mendukung hal itu, GIK juga merupakan salah satu upaya Bakti Budaya Djarum Foundation untuk meningkatkan kualitas serta memperkenalkan seni pertunjukan Indonesia ke masyarakat luas. Tempat seluas 635 m² ini juga memiliki auditorium yang didukung fasilitas modern sebagai sarana bagi pelaku seni maupun masyarakat umum untuk menampilkan berbagai kesenian Indonesia dan kegiatan lainnya secara gratis, termasuk pengunjung dan penontonnya. Setiap pelaku seni memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan auditorium, baik untuk latihan maupun pertunjukan.
“Ada beberapa ruang publik di Jakarta ini yang bisa dimanfaatkan untuk dunia seni pertunjukan. Namun, sebagian besar memiliki kendala dari sisi lokasi dan biaya khususnya bagi para insan kreatif yang sedang merintis menjadi seorang seniman. Padahal karya-karya yang mereka hasilkan memliki potensi yang luar biasa. Untuk itu, auditorium ini juga bisa sebagai panggung untuk para seniman muda yang kreatif dan berkarya, menuju ke proses selanjutnya,” ujar Nano Riantiarno, pendiri Teater Koma yang menjadi pembicara di acara konferensi pers pembukaan Galeri Indonesia Kaya.
Auditorium GIK sudah dilengkapi dengan panggung sebesar 13x3m dengan tiga buah screen dilengkapi projector utama 10.000 lumens dan projector pendukung 7.000 lumens, sound system dengan audio power mencapai 5000 watt, disertai dengan 4 buah moving LED diatas panggung dan tata lampu LED berjumlah 36 buah yang menghasilkan efek dramatis bisa menampung sekitar 150 orang.
Untuk dapat menggunakan semua fasilitas tersebut, masyarakat hanya perlu mengirimkan proposal program dan kegiatan kepada tim GIK. Proses kurasi serta pengaturan jadwal pementasan dan promosi ditangani langsung oleh tim internal untuk kemudian dipilihlah program-program yang sesuai dengan konsep GIK.
“Hingga akhir Desember di prime time kami (Sabtu dan Minggu) akan ada pertunjukan dari kelompok-kelompok yang telah dikurasi oleh tim GIK. Durasi pertunjukan maksimal 1,5 jam dengan tema yang berbeda-beda setiap minggunya. Ke depannya, GIK juga ingin membangun sebuah komunitas media yang concern terhadap budaya. Kami namakan komunitas ‘Sahabat Indonesia Kaya’. Nantinya akan diadakan beberapa kegiatan yang melibatkan para jurnalis seperti workshop fotografi, pelatihan membatik, diskusi seni budaya, pemutaran film dan sebagainya,” tutup Renitasari.